Selama menjadi mahasiswa di ibukota provinsi ini, aku selalu dan hampir
setiap hari mengunjungi perpustakaan milik pemerintah provinsi, sehingga
hampir semua pegawai yang bekerja pada instansi ini mengenalku dan
akrab denganku, baik yang pria dan wanitanya.
Namun dalam pikiran nakalku yang mampu menilai sesorang, hanya terdapat
dua orang ( yang jelas wanita ) yang mampu menarik perhatianku sehingga
aku selalu memberikan atensi yang lebih terhadap dua orang ini.
Yang pertama adalah staf bagian informasi dan teknologi yang sebut saja
namanya Mbak Diah, aku memanggilnya begitu, 32 th-an, perempuan cantik
semampai proporsional berkulit putih berambut sepunggung yang selalu
memakai supra-nya setiap ke kantor, belum menikah dan aku belum terlalu
mendalami kehidupan pribadinya.
Kedua adalah staf administrasi yang berkantor di lantai tiga bangunan
ini, Ibu Ayu, manis berambut sebahu, 37 th-an, corak standar
manusia-manusia Indonesia, menikah dan punya 2 anak, yang paling kecil
SMP kelas 2 dan satunya SMU kelas 3, escudo kuning yang selalu
menemaninya tiap pagi saat berangkat ke kantor.
Dari kedua wanita tersebut hanya dengan Ibu Ayu saja aku tampak lebih
akrab sehingga aku pun mengetahui dengan benar seluk beluk kehidupan
rumah tangganya beserta dengan segala masalah yang dihadapinya.
Suatu siang, saat aku baru datang, kulihat Ibu Ayu sedang melihat TV
yang memang sengaja dipasang di lobby untuk para pengunjung instansi
ini, kudekati dan duduk di sebelahnya.
“Siang, Bu!, lagi santai nih?” Tanyaku membuka percakapan
“Eh, Dik Adi!, iya, tadi habis kunjungan keluar bareng ibu kepala dan
nganter si Santi (putri tertuanya) pulang. Udah selesai kuliahnya?”
jawabnya
“Sudah.., tadi cuma ada satu mata kuliah”
“O gitu!, O ya, ntar malam di ***** Cafe ada konsernya ( Ibu Ayu
menyebut satu nama Band yang baru ngetop di Indon), mau nonton nggak?”
“Sama Santi, ya!, ntar saya ikut!” Kataku merajuk soalnya anaknya itu menuruni kecantikan ibunya sewaktu muda
“Ya, nanti Santi tak suruh ikut!”
“Lha emang Bapak ( suaminya ) kemana, Bu?”
“Lagi mengikuti Pak Walikota ke Jakarta sampai tiga hari mendatang”
“Okelah kalau begitu, nanti sore saya kesini lagi, trus berangkat!”
“Sip kalau begitu ” Jawabnya senang
*****
Sore yang dijanjikan pun tiba, aku masuk kedalam kantornya dan menemukan dia sedang membereskan beberapa map pekerjaannya.
“Tunggu di bawah ya, Dik!, aku mau ganti baju, dan tadi Santi telepon
katanya tidak bisa ikut karena besok ada ulangan dan agak tidak enak
badan” Katanya menyambutku
Dan aku pun mengeluh, gagal deh kencan dengan Santi
Tak berapa lama kutunggu, Ibu Ayu sudah menemuiku dengan berganti
pakaian dinasnya menjadi blus ketat dengan jins, wah.., oke juga nih
ibu-ibu, nggak mau kalah dengan yang muda dalam soal dugem.
“Ayo!” Ajaknya
Aku pun mengikutinya menuju escudo kuningnya dan berlalu dari kantor instansi tersebut.
“Kemana kita?, bukannya konsernya ntar malam?” Tanyaku
“Bagaimana kalo kita cari makan dulu sambil ngobrol-ngobrol nunggu jam lapan buat nonton konser ? ” Usulnya
“Boleh juga!, dimana?”
“Ntar, liat aja, biar Ibu yang charge, OK!”
Aku pun mengangguk mengiyakan nya
Di sebuah resto china dijalan protokol kota ini, setelah menyantap
hidangan laut, kami pun mengobrol mengahbiskan waktu dengan membahas
berbagai persoalan baik itu maslah sosial maupun pribadi. Seperti halnya
Ibu Ayu menceritakan padaku tentang bagaimana menjemukannya kehidupan
rumah tangganya.
“Wah, kalau soal itu saya tidak bisa memberikan pendapat, Bu!, masalahnya saya belum pernah berumah tangga.” kataku merespon nya
“Ini cuma sekedar curhat koq, Dik!, biar besok menjadi semacam panduan
bila nantinya dik Adi sudah menjalan kehidupan bersama” Jawab Ibu Ayu
diplomatis
“Dan, jangan panggil Ibu, dong!, panggil saja Mbak, khan usia kita ngga
terlalu jauh banget bedanya, paling cuma 13 tahun !” Tambahnya
Dan aku pun tertawa mendengar kelakar tersebut.
Ketika waktu telah menunjukkan saatnya, kami keluar dari resto tersebut
disambut dengan gerimis, berlari-lari menuju mobil untuk meluncur ke
cafe yang dimaksud. Selama konser tampak Ibu Ayu sangat menikmati
suasana tersebut sambil sesekali mengenggam tanganku, sehingga mau tidak
mau pun aku menjadi ikut terbawa oleh suasana yang menyenangkan.
Konser pun berakhir, dan saatnya kami untuk pulang. Sambil-sesekali
berceloteh dan bersenandung, kami menuruni tangga cafe, yang entah
karena apa, Ibu Ayu terpeleset namun untunglah aku sempat memegangi nya
namun salah tempat karena secara reflek aku menariknya kedalam pelukan
ku dan tersentuh buah dadanya. Sejenak Ibu Ayu terdiam, memandangku,
mempererat pelukannya dan seakan enggan melepaskannya.
“Bu, eh..Mbak, udah dong, malu ntar dilihat orang” Kataku
Dia pun melepaskan pelukannya, dan kami menuju ke mobil dengan keadaan Ibu Ayu sedikit pincang kaki nya.
Tengah malam kurang sedikit, kami sampai di rumah Ibu Ayu, karena aku
sudah terbiasa pulang pagi, jadi kudahulukan untuk mengantar kerumahnya
untuk memastikan keadaannya. Rumah dalam keadaan sepi, penghuninya sudah
tidur semua kurasa, dan aku pun duduk di sofa sambil sejenak melepaskan
lelah.
Sambil terpincang-pincang, Ibu Ayu membawakan segelas teh manis hangat
untukku, dan duduk di sampingku. Aku jadi teringat kejadian di tangga
cafe tadi.
“Masalah tadi, maafin saya Mbak, itu reflek yang nggak sengaja.” Kataku
“Nggak papa koq, Mbak ngga hati-hati si, pegel banget nih!” Katanya
“Sini saya pijitin” kataku sambil mengangkat kakinya dang menggulung celana jins nya sampai selutut
Dia pun merebahkan badannya agar aku bisa leluasa memijitnya. Tak berapa
lama kemudian dia bangkit sambil ikut memijiti kakinya sendiri. Saat
tangan kami bersentuhan ada getar-getar halus yang kurasakan menggodaku
namun berhasil kutepiskan. Namun tak disangka, Ibu Ayu memegang lengan
ku dan menarikku ke dalam pelukannya.
“temani aku malam ini, Dik!” Bisiknya lirih di telingaku
Kurasa habislah pertahanan ku kali ini. Di lumatnya bibirku dengan
ganasnya, apa boleh buat, aku pun memberikan respon serupa. Kami saling
berpagut dengan sesekali mempermainkan lidah. Tangannya menggerayangi
tubuhku, mengusap-usap celanaku yang menggembung, sedangkan aku
meremas-remas buah dadanya yang masih cukup ranum untuk wanita
seusianya.
Lama kami bercumbu di atas sofa, lalu Ibu Ayu menggamitku untuk memasuki
kamarnya, dan kami meneruskan cumbuan sepuas-puasnya. Foreplay
dilanjutkan setelah kami saling membuka baju, hanya tinggal mengenakan
celana dalam saja kami bergelut di atas kasur yang empuk dalam kamar
berpendingin udara. Kujilati puting susunya sampai Mbak Ayu
mendesah-desah, sementara tangannya menggengam kemaluanku yang dengan
lembut dikocoknya perlahan.
“Mbak.., aku buka ya, celananya!” Bisikku yang disambut dengan anggukannya
Setelah secarik kain tipis itu terlepas dari pinggulnya, Ibu Ayu
mengangkang kan pahanya, dan tampak vaginanya yang kehitaman tertutup
lebat rambut. Saat kusibak kerimbunan itu, gundukan daging itu berwarna
kemerahan berdenyut panas.
Ibu Ayu memekik dan mendesah perlahan saat vaginanya kujilati. Ditekan
nya kepalaku sepertinya dia sangat menikmati permainan ini, sampai suatu
saat kurasa vaginanya mulai basah dengan keluarnya lendir yang
berlebihan.
Dengan nafas terengah-engah Ibu Ayu menarik kemaluanku untuk dimasukkan
kedalam vaginanya. Kupegan tangannya dan kupermainkan kemaluanku di
pintu masuk liang kenikmatan nya itu beberapa lama, kupukul-pukul kan
kepala kemaluanku dibibir vaginanya, kumasukkan kemaluanku sedikit dalam
vaginanya lalu kutarik keluar kembali, begitu berulang-ulang.
“Ayo dong, Dik!, jangan buat aku semakin ……” bisiknya
“Tapi aku belum pernah berhubungan badan, Mbak!” Balasku berbisik
“Ayolah, Dik!, aku beri kamu pengalaman menikmati surga ini, ayo..!”
Akupun mengangguk
Ibu Ayu berbaring telentang di pinggiran ranjang dengan kaki
mengangkang, sementara aku berlutut hendak memasukkan kemaluanku. Di
pegangnya kemaluanku dan di arahkan ke dalam vaginanya, kugesek-gesekkan
kepala kemaluanku dibibir vaginanya sementara dia mendesah-desah, lalu
dengan dorongan perlahan kubenamkan seluruh kemaluanku kedalam liang
vaginanya.
Sebuah sensasi kenikmatan dan kehangatan yang luar biasa menyelubungi
ku, sejenak keresapi kenikmatan ini sebelum Ibu Ayu mulai mengalungkan
pahanya pada pinggulku dan memintaku untuk mulai menyetubuhi nya.
Kudorong tubuh Ibu Ayu ketengah ranjang, setelah tercapai posisi yang
enak, kugerakkan pinggulku maju mundur mengeksplorasi seluruh kenikmatan
yang dimiliki oleh Ibu Ayu. Ruangan kamar yang dingin seolah tidak
terasa lagi, yang ada hanya lengguhan-lengguhan kecil kami di timpahi
suara kecepok beradunya kemaluan kami, sementara disekeliling kepala
kami terbungkus dengan hawa dan bau khas orang bersetubuh.
“hh..terus, Dik!, goyangnya yang cepat..Ohh..ohh, Ouuch!” Desahnya
“Yang erat, Mbak!, ayo sayang,..sshh,..hhh..” Desahku
“Ouuw…hh..,…lebih ce…aaahhhh!”
“Tenang aja, manisku…ohh.., enak Mbak!”
“Sss….sama…aku juga…ohh..ohh!”
Entah sudah berapa lama kami saling bergelut mencari kenikmatan, lambat
laun kemaluanku terasa seperti diremas-remas, lalu Ibu Ayu mendesah
panjang sebelum pelukannya terasa melemah.
“aku.., sam…,Dik!, …Aaaaakkhhh !” Desahnya
Kurasakan momen ini yang ternikmat dari bagian-bagian sebelumnya, maka
sebelum remasn-remasan itu mengendur, kupercepat gerakanku dan kurasakan
panas tubuhku meningkat sebelum ada sesuatu yang berdesir dari seluruh
bagian tubuhku untuk segera berebut keluar lewat kemaluanku yang
membuatku bergetar hebat dengan memeluk tubuh Ibu Ayu lebih erat lagi
“Ohhh..ohh….!” Desahku tak lama kemudian
Aku bergulir di samping Ibu Ayu mencoba mengatur nafas, sementara dia
terpejam dengan ritme nafas yang tak beraturan juga. Kemaluan ku masih
tegak berdiri berkilat-kilat diselimuti cairan-cairan licin sebelum
lemas
Setelah beberapa saat, nafasku pulih kembali, kubelai rambut Ibu Ayu. Dia tersenyum padaku.
“Makasih, Mbak! Enak sekali tadi” Kataku tersenyum
“Sama-sama,Dik! Hebat sekali kamu tadi, padahal baru pertama, ya! ” jawabnya
Ibu Ayu mencoba duduk, kulihat cairan spermaku meleleh keluar dari lipatan vaginanya yang lalu di usapnya dengan selimut.
“Aku keluarkan di dalam tadi, Mbak! habis enak dan ngga bisa nahan lagi, ngga jadi anak khan nanti?” Tanyaku
“Enggak, santai saja, sayang!” Katanya manja sambil mencium pipiku
“Emm..,Mbak!” Tanyaku
“Apa sayang?” Jawabnya
“Kapan-kapan boleh minta lagi, nggak?”
“Anytime, anywhere, honey!” Katanya sambil memelukku dan melumat bibirku.
*****
Setelah kejadian itu, tiga hari berikutnya aku menikmati servis istimewa
dari Ibu Ayu untuk lebih mengeksplorasi ramuan kenikmatan dengan
berbagai gaya yang diajarkan olehnya, bahkan masih berlangsung hingga
saat ini.
Pada mulanya anaknya yang kuincar menjadi cewek ku, ternyata malah mendapat layanan plus yang memuaskan dari ibunya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar