Tanty menangis terisak-isak di dadaku, sementara aku hanya berdiri diam
seperti patung dan melihat Oom Errol berjalan keluar dari rumah. Aku
yakin sekali dapat mengalahkan laki-laki jahanam itu kalau kami
berkelahi, sebab pasti dirinya lagi lemas sehabis selesai bersetubuh.
Oom Peter datang menenteramkan aku. Aku menatap laki-laki Ambon ini
dengan tatapan tajam pula, rasanya ingin juga kuhancurkan kepalanya.
"Rupanya rumah Oom Peter ini sudah jadi rumah mesum ya..?" kataku.
"Rumahku ini bukan rumah mesum Jeff, tetapi adalah rumah di mana
Ibu kamu mencari duit dan kasih sayang, tempat bagi Nita mencari
nafkah, dan juga tempat bagi kakakmu Tanty ini untuk mencari kasih
sayang, kamu ngerti sekarang..?" jawab Oom Peter, rupanya dia
tersinggung.
"Emangnya kenapa dengan Nita..?" aku bertanya ingin tahu.
"Emangnya kamu pikir si Nita itu cuman tidur dengan kamu ya?" katanya sambil memandangku sinis.
Segera kutarik lengan Tanty untuk mengajaknya pulang.
"Aku ganti baju dulu Jeff.." katanya.
Aku menunggunya sebentar di dalam mobil, lalu kami meninggalkan
tempat tersebut. Dalam perjalanan menuju pulang kami saling membisu.
Bebarapa hari ini aku hanya mengurung diri di dalam kamarku, aku
sama sekali tidak ingin keluar rumah. Seorang teman yang datang ke
rumah mengajakku bekerja bersama dia, tapi aku menolak. Aku berjanji
dalam hati bila si Errol keparat itu berani muncul di rumah sini, aku
berniat untuk menghabisinya. Persetan dengan penjara.
*****
Beberapa hari ini kulihat ada perubahan lain dari Ibu, wajahnya
sering nampak pucat dan suka muntah-muntah. Tapi setiap kutanyakan, Ibu
hanya bilang bahwa dia masuk angin. Hingga di suatu pagi Ibu mengajakku
menemaninya ke rumah sakit. Betapa kagetnya aku ketika Ibu menuju ke
bagian dokter spesialis kandungan. Aku hampir-hampir mau pingsan ketika
sepulang dari rumah sakit Ibu memberitahukanku bahwa saat ini Ibu
sedang hamil, dan katanya aku lah yang menghamilinya.
"Kamu pasti nggak percaya, soalnya kamu lebih banyak sodomi sama
Ibu, tapi kamu ingat waktu di kamarnya Ibu siang-siang itu, sewaktu
kamu marah dan kamu setubuhi Ibu dengan kasarnya itu? Waktu itu Ibu
lagi masa suburnya." ucap Ibu dengan suara terbata-bata menahan
sedihnya.
"Ya.. sekarang aku ingat, tapi usia Ibu sekarang sudah empat puluh tujuh, apa nggak bahaya itu?"
"Kata dokter sih nggak apa-apa, asalkan Ibu mesti hati-hati dan banyak istirahat."
"Jadi sekarang kita mesti gimana Bu..?" aku bertanya, soalnya aku bingung, bingung sekali.
Aku menghamili Ibu kandungku sendiri, aduh..!
"Ibu takut mengugurkannya Jeff, apalagi di usia yang sudah ngga muda lagi, Ibu bisa berbahaya."
Hatiku terharu sekali, suara Ibu begitu sendu memohon padaku, jadi
aku mesti bertanggung jawab. Kupeluk Ibu, kucium dia dengan penuh haru
dan sayang, kubelai rambutnya yang mulai agak beruban itu. Wanita yang
begitu kusayangi dan kucintai dia, air mataku jatuh membasahi pipinya,
aku menangis tersedu dalam pelukannya sambil kami berpelukan erat-erat.
Semalaman aku tidak dapat tertidur memikirkan hal ini, aneh juga!
Terus gimana status anak itu nanti? Dia adalah anakku sebab dia berasal
dari benihku, tetapi juga adalah adikku, sebab dia keluar dari dalam
rahim Ibu di mana dulu aku juga keluar dari situ. Jelas dia itu anaknya
Ibu tetapi juga adalah cucunya Ibu. Dan apakah nanti Ibu dapat
melahirkan dengan selamat?
Hari-hari terus berlalu dan kehamilan Ibu mulai nampak jelas.
Selama ini aku tetap dengan setianya mengawal Ibu ke rumah sakit untuk
periksa kehamilannya itu. Kami berjalan berdampingan bergandeng tangan
persis seperti sepasang suami istri. Dan suatu surprised bagiku, yaitu
lamaranku ke sebuah Hotel diterima setelah menjalani testing. Pada hari
yang ditentukan aku mulai masuk kerja di Hotel itu, berarti akhir bulan
nanti aku terima gaji dan semua uang gajiku itu pasti mesti kuserahkan
pada istriku, yaitu Ibu kandungku sendiri.
Selama itu bila bertemu dengan Tanty di dalam rumah, dia selalu
menatapku dengan tajam, tapi seperti mengejekku. Dan nampaknya dia
mulai berani terang-terangan berpacaran sekarang, sepertinya dia tidak
takut lagi sama Papa dan Ibu. Ada dua orang laki-laki yang secara
bergantian mengapelinya ke rumah. Dan suatu saat aku mendapat berita
dari seorang teman bahwa Tanty dan cowoknya itu sering short time di hotel. Ada tiga orang laki-laki yang saat ini sedang berhubungan dengan Tanty, termasuk si Errol jahanam itu.
Rupanya Tanty melarangnya tidak boleh datang ke rumah, dan rupanya
Errol telah memutuskan hubungannya dengan Ibu setelah tahu kalau aku
telah selingkuh dengan Ibu. Dan kulihat si Rocky ini sudah menggandeng
cewek lain lagi. Hanya Papa yang kelihatannya seperti orang bengong
saja dan badannya makin tambah kurus saja, dia 'minum' terus. Hampir
tiap hari Papa pulang dalam keadaan mabuk berat.
*****
Ketika kandungan Ibu memasuki bulan keempat, aku tidak berani lagi
menyetubuhinya. Atas anjuran dokter, Ibu mesti banyak istirahat dan
jaga kondisi. Akhirnya tidak ada jalan lain, aku meminta Ibu main oral
saja.
Berkali-kali aku melakukan oral seks dengan Ibu. Ibu menghisap
rudalku, memainkan lidahnya pada kepala kemaluanku dan aku merasa
begitu sangat kenikmatan juga. Setiap begitu terasa mau keluar,
kupegang kepala Ibu kuat-kuat. Kuhujamkan batang rudalku ke dalam mulut
Ibu sedalam-dalamnya sampai ke dalam tenggorokannya, membuat Ibu
hampir-hampir tidak dapat bernapas. Sering sekali kusemprotkan semua
spermaku langsung masuk ke dalam kerongkongan Ibu yang terpaksa harus
menelannya.
Para pembaca semuanya, akhirnya kuambil keputusan dalam hidupku
ini, bahwa aku tidak akan pernah menikah dengan wanita siapapun juga
selama hidupku. Sebab aku mesti bertanggung jawab atas perbuatanku
terhadap Ibu kandungku sendiri, walau kami tidak pernah menikah secara
resmi.
*****
Akhirnya Ibu telah hamil tua, perutnya semakin membesar dan
jalannya kepayahan. Aku jadi semakin cinta padanya. Setiap pulang
kerja, ada-ada saja oleh-oleh yang kubawa untuk Ibu, untuk menyenangkan
hatinya. Dan di masa hamilnya itu, wajahnya semakin cantik bersinar.
Suatu siang ketika pulang dari Hotel kudapati Ibu sedang duduk di ruang
tengah, wajahnya berkeringat tapi senyum manisnya tetap menghiasi
bibirnya itu, kuhampiri dia dan mencium dahinya.
Ada suara mendehem di belakang, Papa rupanya yang memandangku,
membuatku terkesiap. Betapa tajamnya pandangan mata Papa itu, seperti
penuh rasa kebencian dan amarah. Aku jadi tergagap dan segera berlalu
dari situ.
*****
Suatu malam tiba-tiba Tanty memasuki kamarku.
"Jeff, kamu dipanggil sama istrimu." suaranya pelan tapi cukup
untuk membuatku kaget setengah mati, sementara Tanty hanya menatapku
dengan senyum mengejek.
"Rupanya istrimu mau melahirkan Jeff." katanya lalu segera berlari keluar dari kamarku.
Aku mengejarnya menuruni tangga, Ibu dan Papa serta Erick sedang
berada di ruang tengah, juga ada si Boyke pacarnya Tanty dan Tanty
juga. Ibu nampaknya lemah dan sakit.
"Jeff, kita bawa Ibu ke rumah sakit aja, rupanya sudah waktunya untuk Ibu." kata papa.
Tanpa banyak komentar, kupegang Ibu dan memapahnya berdiri dan
memeluknya, sementara Erick telah mengeluarkan mobil dari garasi. Aku
duduk di belakang memeluk Ibu di samping Papa. Erick menyetir mobil,
Tanty dan Boyke ikut dari belakang dengan mobilnya Boyke. Jantungku
berdegub keras, ini pengalaman pertama bagiku melihat istriku yang
sekaligus adalah Ibuku melahirkan.
Kami semua menunggu di depan ruang persalinan dengan tegang,
apalagi aku. Sudah satu jam lebih Ibu masuk ke dalam dan belum ada
berita apa-apa, aku tambah gelisah saja. Tidak sadar tanganku dipegang
sama Tanty yang menatapku dengan senyum.
"Kuatkan hatimu Jeff." katanya dengan senyum untuk menentramkan hatiku.
Tiba-tiba seorang suster keluar dan memanggil namaku, aku diminta
untuk masuk ke dalam. Aku jadi tegang ketika memasuki ruangan bersalin
itu. Di atas tempat tidur kulihat Ibu sedang berjuang menghadapi maut,
wajahnya pucat pasi dengan mimik wajah sangat kesakitan dan
berkeringat. Kuhampiri tempat tidur dan memegang erat-erat tangannya,
sementara dokter kelihatan sibuk di antara kedua pahanya Ibu,
mengutak-atik vaginanya Ibu yang sedang berusaha kuat untuk
mengeluarkan si bayi itu.
Aku yang jarang berdoa lalu tiba-tiba jadi bisa berdoa komat kamit.
"Tuhan, tolong kami Tuhan." pintaku dengan sangat.
Tanpa terasa air mataku pun ikut mengalir sambil tetap kugengam
erat-erat tangan Ibu. Kalau saja Tuhan mengijinkan, biar saja nyawaku
yang Dia ambil, jangan nyawanya Ibu atau nyawanya anakku. Ooh
Tuhaann..!
Tiba-tiba terdengar jerit tangis bayi yang sangat kuat, aku
terkejut bercampur gembira, kupeluk istriku Hesty dan kami berdua
sama-sama berderai dalam air mata, air mata kebahagiaan. Sebuah tangan
yang halus menyentuh pundakku dan aku berpaling, kulihat seraut wajah
cantik yang mulus dan berlinang air mata menatapku dengan tersenyum,
Tanty. Aku memeluknya dengan penuh haru, kami bertiga berpelukan dalam
tangis, aku, Ibu dan Tanty. Kemudian Ibu dibawa pergi ke ruang sebelah
untuk dibersihkan badannya, juga si bayi itu dan kami semuanya keluar
dari ruang bersalin itu.
Baru kusadari bahwa Papa tadi tidak ikut masuk. Aku mencari Papa di
luar, dia sedang duduk terpekur seorang diri di kursi di pojok ruang
tunggu itu. Kuhampiri Papa dan memeluknya penuh haru, kulihat mata Papa
memerah.
"Papa, Ibu dan bayi dua-duanya selamat." kataku penuh gembira.
Papa hanya menatapku sedih, "Ya, tapi Papa tidak tau siapa ayah dari bayi itu." suara Papa terdengar parau dan bergetar.
Oh Tuhan, aku hampir pingsan mendengarnya, berarti selama ini Papa
benar-benar tidak tahu tentang penyelewenganku dengan Ibu, bahkan
sampai Ibu hamil pun Papa tidak pernah mengetahui siapa pelakunya. Aku
memeluknya penuh haru, dia orang yang sangat baik, tapi dosa-dosaku
padanya sungguh tidak terampun lagi.
Akhirnya Ibu dan bayi boleh pulang setelah dua hari dirawat di
rumah sakit. Dan para pembaca sekalian, lima tahun kemudian Ibu telah
nampak tua, tapi sisa-sisa dari kecantikannya masih tetap membekas. Dia
duduk memangku anakku, anak kami berdua. Soraya namanya. Dia cantik
manis dan lucu sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar